Judul Buku : Perfect Pain
Penulis : Anggun Prameswari
Penerbit; GagasMedia
Tahun terbit : 2015
Tebal : 316 Halaman
ISBN : 979-780-840-8
Buku ini aku dapatkan dari Book Crossing di akun ig
@RachelsLibrary
***
BLURB
Sayang,
menurutmu apa itu cinta?
Mungkin
beragam jawab akan kau dapati
Bisa jadi
itu tentang laki-laki yang melindungi.
Atau malah
tentang bekas luka dalam hati yang berani mencintai
Maukah kau
menyimak, Sayang?
Kuceritakan
kepadamu perihal luka-luka yang mudah tersembuhkan.
Namun, kau
akan jumpai pula luka yang selamanya terpatri.
Menjadi
pengingat bahwa dalam mencintai, juga ada melukai.
Jika bahagia
yang kau cari, kau perlu tahu.
Sudahkah kau
mencintai dirimu sendiri, sebelum melabuhkan hati?
Memaafkan
tak pernah mudah, Sayang.
Karena
sejatinya cinta tidak menyakiti
****
Bidari atau biasa dipanggil dengan Bi menikah dengan
seorang pengusaha properti yang bernama Bram. Ia menikah dengan harapan bisa
lebih bahagia dan bisa lepas dari cacian dan makian sang Ayah. Tapi Bi malah
masuk ke kandang singa, jika sang ayah setiap harinya tidak berhenti untuk
mencaci, menghina dirinya maka yang dia dapatkan dari Bram adalah pukulan,
tendangan dan tindakan kekerasan lain, dan juga umpatan penuh kebencian. Itu
sudah menjadi makanan Bidari dalam kesehariannya.
Karel, anak laki-laki Bidari dan Bram yang baru duduk
di kelas 5 Sekolah Dasar, Karel adalah harapannya, Karel adalah segalanya bagi
Bi. Karel sangat ingin melindungi sang Mama, ia mempunyai hobi melukis, ketika
pelajaran melukis sang guru yang biasa di panggil Miss Elena, ngobrol asyik
dengan Karel, dari sinilah Karel tahu bahwa kekasih sang guru adalah seorang
pengacara yang mempunyai nama Sindhu. Sepulang sekolah Karel nekad mendatangi
kantor Sindhu seorang diri. Disinilah awal perkenalan Karel-Bidari-Sindhu.
Bi beranganggapan bahwa seorang Bram mempunyai dua
kepribadian, kadang adakalanya Bram seperti seorang ayah dan suami idaman, tapi
tak jarang pula ia menjadi bengis dan kejam. Jika berada di rumah baik Bi atau
Karel ketakutan. Bi tidak berani mengakat kepalanya, bahkan jika berhadapan
dengan Bram dagunya nyaris selalu bersentuhan dengan kulit lehernya. Mereka
berdua sangat ketakutan dan berusaha untuk saling melindungi.
Potongan wortel yang tidak sama pun bisa memicu emosi
Bram. Bi ingin sekali keluar dari rumah dan pergi meninggalkan Bram, tapi masih
banyak yang harus ia pikirkan, tempat tinggal, pekerjaan dan sekolah Karel.
Puncaknya, entah karena Bi dan Karel yang terlambat pulang karena menjemput
Karel ke kantor Sindhu dulu atau memang karena ada masalah di kantor. Malam itu
kemarahan Bram melebihi batas, pukulan dan tamparan sudah Bi terima tidak cukup
sekali bahkan berkali-kali sampai kuah panas sayur yang menggelontor menganai
betisnya tidak ia hiraukan lagi, Karel yang berusaha melindungi sang mama malah
mendapatkan pelampiasan kemarahan Bram. Bram dengan tega mencekik Karel dan
tanpa menghiraukan rasa sakit di sekujur tubunya Bi papan penggorangan yang ia
pegang ia pukulkan berkali-kali ke arah bagian belakang kepala Bram. Bram yang
tersungkur, Bi serta Karel mengambil kesempatan itu untuk lari dan keluar dari
rumah itu, berlari sejauh-jauhnya. Bi pingsan dalam pelariannnya beruntung
Karel termasuk anak yang kuat, ia membawa sang mama kerumah sakit dan akhirnya
menghubungi pengacara Sindhu. Dari sinilah Sindhu berusaha sekuat tenaga untuk
membantu Karel dan Bidari untuk keluar dari permasalahan rumah tangganya.
Setelah sembuh Sindhu membawa Karel dan Bi untuk
sementara waktu tinggal di apartemennya. Atas paksaan Sindhu Bidari menyetujui
untuk melaporkan Bram. Tapi entah karena ketakutan atau masih ada rasa buat
Bram atau dia tidak tega akan ujung dari laporannya ke kantor polisi. Bi
membatalkan laporan itu. Di Apartemen Sindhu inilah akhirnya Bi dan Karel bisa
tidur nyenyak tanpa ada rasa ketakutan dan Bi tahu apa arti sebuah
perlindungan. Ketenangan itu tidak berlangsung lama, karena Bi sempat mendengar
pertengkaran kecil antara Sindhu dan pacarnya yaitu Miss Elena. Bi tidak mau
menjadi beban ataupun sumber permasalahan dari hubungan Sindhu dan Miss Elena.
Bi mengajak Karel untuk pergi ke rumah orangtuanya,
rumah yang ia tinggalkan 12 tahun yang lalu. Ia disambut oleh kenangan pahit
akan hinaan dari Ayahnya yang berkali-kali mengatakan bahwa ia menyesal telah
mempunyai seorang putri seperti dirinya yang tidak bisa melakukan apa-apa, tapi
masih ada sang Ibu yang menyambut Bi dengan sebuah pelukan kerinduan. Melihat
anaknya putri pulang setelah sekian lama dengan wajah yang penuh bekas memar,
bukan merasa kasihan tapi sang ayah lagi-lagi menyalahkan Bi yang tidak pecus
menjadi istri hingga membuat Bram memukulnya, bukan simpati tapi sebuah
kebencian masih berurat dalam diri sang Ayah, kejadian 12 tahun silam masih
membekas dalam diri Ayah Bi.
“Dua belas
tahun lalu, kamu kabur dari rumah. Kawin sama dia tanpa izin Ayah. Itu artinya
kamu membuang ayah dan ibumu demi laki-laki ini.
Makanya
salah atau benar keputusannya dua belas tahun lalu,
itu resiko
yang harus kamu hadapi.”
(Ayah Bi,
halaman 131)
Bukannya melindungi Ayah Bi malah menelpon Bram dan
mengatakan bahwa Bi ada dirumahnya, tidak perlu waktu lama akhirnya Bram datang
dan meminta maaf, mengatakan menyesal, khilaf dan masih mencintai Bi. Tapi Bi
menolak untuk kembali dengan dalih masih akn berfikir, kemudia dia kabur dan
hanya Sindhu yang bisa menolongnya.
Sindhu membawa Bi dan Karel ke rumah Puan, rumah
singgah khusus untuk perempuan yang membutuhkan tempat tinggal sementara. Dalam
perjalanan menuju rumah Puan Bi mengetahu bahwa Sindhu telah putus dengan Miss
Elena. Di dalam rumah Puan, Bi untuk pertama kalinya dalam hidup Bi mendapatkan
teman, ia bertemu Lola artis dangdut yang juga menjadi korban kekerasan, Bunda
Roem pemilik rumah Puan dan Ceu Mona penjaga rumah Puan dan teman-teman yang
lainnya. Dari rumah Puan juga Bi mengetahui bahwa Sindhu mempunyai masa lalu
yang persis dengan Karel.
Rumah Puan, menciptakan awal baru bagi kehidupan
seorang Bi dan Karel. Karena terlalu sering Sindhu menghabiskan waktu bersama
Karel dan maka secara otomatis juga hubungan Sindhu dan Bi jauh lebih dekat
bukan hanya sekedar klien dan pengacara tetapi menjadi semacam pertemanan, dan
kenyamanan itu juga dirasakan oleh keduanya. Bahkan Ceu Mona mengatakan bahwa
Sindhu dan Bi adalah pasangan yang serasi, Bunda Roem pun mengatakan bahwa Bi
adalah pasangan yang selama ini Sindhu cari. Tapi karena doktrin sang ayah yang
terlalu kuat, Bi beranggapan ia tidak pantas bersanding dengan Sindhu. Bahkan
Karel pun sering mengatakan andai papa baik kayak Om Sindhu.
Bi memaksa untuk pulang, karena ia tidak tega
mendengar kabar Bram masuk rumah sakit karena terkena penyakit DB dan Typhus,
Bi menyakinkan Sindhu bahwa ia tidak akan bernasih sama seperti ibunya, bahkan
Bi meminta Sindhu untuk mencabut gugatan cerainya.
Bagaimana kelanjutan kisah Bram-Bidari-Sindhu? Setelah
sakit apakah Bram akan beneran berubah atau seperti apa yang dikatakan Sindhu
bahwa ini hanya semacam trik agar mereka kembali?
Baca kisal selengkapnya dalam novel “Perfect Pain” karya Anggun Prameswari
dan jadilah saksi kejamnya seorang Bram memperlakukan istrinya.
*****
Ini karya kedua mbak Anggun yang aku baca, karya
pertama yang After Rain sudah aku baca, untuk melihat reviewnya After Rain
disini yaa.
Menggunakan plot maju mundur, adakalanya kilasan masa
lalu Bi, atau kilasan beberapa jam sebelumnya, awalnya agak sedikit bingung
tapi semakin ke belakang semakin paham akan cerita dan maksud dari penulis. Ada
banyak tokoh dalam kisah ini, tetapi yang menjadi tokoh utama dan pov yang
digunakan adalah dari sudut pandang Bidari. Karakter Bi tidak jauh dengan
ibunya, karakter istri yang tidak banyak menuntut, lebih banyak menghabiskan
waktu di rumah dan menurut serta takut kepada sang suami, tapi ibunya Bi
setidaknya lebih beruntung dia hanya menerima bentakan dan cacian dan suaminya
sedangkan Bi mendapat bentakan dan juga pukulan.
Aku suka dalam penggambaran karakter Bi, karakter yang
dipengaruhi oleh rasa trauma dengan semua sikap ayahnya yang sejak kecil selalu
direndahkan, dan karakter itu terbawa hingga dewasa bahkan hingga akhir cerita.
Sindhu karakter pria yang ngayomi dan pendengar yang baik. Jika mereka beneran
menikah mereka kombinasi yang pas menurut aku, Sindhu yang ceria dan penuh
semangat bersanding dengan Bi yang cenderung pesimis.
Kelebihan buku ini dibanding cerita yang sejenis
adalah karakter masing-masing tokoh stabil dari awal hingga akhir cerita, tidak
ada perubahan karakter yang akan menjadikan sebuah cerita menjadi bosan.
Konflik yang tidak menjenuhkan meskipun sebagian besar berputar-putar tentang
sebuah pukulan, dan kisah sedikit romansa antara Bi dan Sindhu yang bisa
membuat pembaca tidak fokus kepada kisah mereka berdua. Dengan alur maju mundur
dan didukung jalan cerita yang naik turun pembaca di buat tegang kemudian
rileks lagi kemudian tegang lagi. Dan tidak akan berhenti hingga selesai
membacanya.
Kekurangan cerita ini adalah pada endingnya. Menurut
aku ending masih gantung, kurang greget tapi jika ada lanjutan kisah lagi
tentang mereka tidak apa-apa he he he.
Bagian yang aku sukai dalam cerita ini adalah waktu
Sindhu, Karel dan Bi lomba makan es krim, mereka terlihat seperti keluarga yang
bahagia dan adegan dimana ketika Bi menemani Karel menggambar.
Quote favorit dalam cerita ini adalah sebagai berikut
:
“Karena
menikah untuk bahagia.
Dua orang
yang saling cinta, pasti akan menikah.
Dengan
begitu, mereka akan lebih bahagia. “
(Miss Elena,
halaman 43)
“Jangan
jadikan orang lain alasanmu bahagia atau sedih.
Pada
dasarnya manusia itu sendiri.
Kita lahir
sendiri, mati juga sendiri.
Jadi, jangan
takut pada kesendirian”
( Sindhu, Halaman 91)
“Ada hal-hal
yang begitu indah, tapi hanya bisa dikenang.
Sejauh apapun kita berusaha menghidupkannya
kembali,
nggak akan
pernah bisa. Jadi buat apa susah payah?
Hidup itu ke
depan, bukan ke belakang.”
(Miss Elena,
halaman 175)
Pesan moral yang ingin di sampaikan adalah jangan jadi
laki-laki yang ringan tangan suka memukul pasangan, sebesar apapun kesalahan
seorang istri pantang untung di pukul, kalian akan menjadi manusia paling hina
jika sudah berani memukul istri kalian. Sebaiknya seorang istri mempunyai
pendapatan sendiri sekecil apapun pendapatan itu, hingga jika terjadi sesuatu
yang tidak di inginkan ia bisa bertindak. Seperti apa yang dikatakan Sindhu
faktor ekonomi juga berpengaruh karena wanita akan merasa lebih tergantung
kepada suami dan bisa menerima semua perlakuan suami. Harapan aku, semoga tidak
ada lagi Bram Bram lain di dunia ini, agar tidak ada Bidari Bidari lain yang
wajah dan sekujur tubuhnya penuh memar.
Rekomendasi cerita ini untuk semua wanita di Indonesia
agar sedikit banyak membuka cara pandang kalian.
Dan aku kasih bintang 5 untuk cerita ini.
*****
Profil penulis yang tercantum dalam novel ini adalah
sebagai berikut :
Anggun Prameswari
Perempuan. Penulis. Pengajar. Penerjemah. Penyuka pink
dan purnama.
Lebih sering menulis roman depresi, tapi percaya
sekali pada akhir yang bahagia.
Novel debutnya di GagasMedia berjudul After Rain (2013).
Sebagian cerpennya bisa dibaca di http://mbakanggun.blogspot.com
Bisa diajak ngobrol di twitter @mbakanggun dan email mbak.anggun@gmail.com
Sukses terus buat Mbak Anggun, ditunggu cerita-cerita
selanjutnya, mungkin cerita dan kisah tentang Karel.
0 Komentar
Terima kasih telah membaca sampai selesai.
Mohon maaf sebelumnya, kolom komentar aku moderasi.
jadi komentar kalian tidak akan langsung muncul, nunggu aku setujui dulu baru bisa terlihat.
tinggalkan komentar dan senang berkenalan dengan kalian