Hai, hai semua.
Apa kabar kalian semua? Semoga
kita semua selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa. Aamiin.
Ada apa dengan postingan
blog aku kali ini?
Aku membawa kabar gembira
buat kalian para pecinta buku, pecinta novel dan tentunya masyarakat Indonesia
seluruhnya.
Penerbit Roro Raya
Sejahtera (Imprint Penerbit TWIGORA), baru saja menerbitkan novel baru, novel
baru ini bergenre office romance,
OVERTIME adalah judulnya, yang ditulis dengan apik oleh Nathalia Theodora.
Baru baca genrenya aja aku
sudah kebayang keseruan dari cerita ini, apalagi nanti pas baca.
Kalian pasti penasaran kan
bagaimana ceritanya, maka dari itu pihak TWIGORA dengan baik hati membocorkan
kepada kalian semua, bab pertama dari cerita OVERTIME ini.
Ada 17 lembar guys ntuk
bab pertama, dan ini kalian harus dan wajib baca. Tapi postingan di blog aku,
tidak dalam sekali posting ya. Jadi 17 lembar ini aku bagi ke dalam 3
postingan.
Sudah siaaap, dan ini
diaaaa
Taraaaang .....
Seperti
pagi ini. Terbaring dengan mata tertutup rapat, mulut yang sedikit terbuka, dan
rambut keriting yang acak-acakan, adalah seorang gadis yang sepanjang malam
menemani Christopher; dari mereka ber-temu di sebuah pub yang biasa didatangi
Christopher, sampai kemudian mereka mengalami malam yang dahsyat di ranjangnya.
Dengan malam sedahsyat itu, nama gadis itu tetap melayang ke luar dari otaknya.
Tapi dia yakin sekali, kalau nama gadis itu ada hubungannya dengan bunga.
Rose? Violet? Lily?
Ah,
masa bodohlah! Tidak penting siapa nama mereka. Mereka ha-nyalah gadis-gadis
tak bernama yang datang dan pergi begitu saja dalam hidupnya, tanpa arti. Dia
tidak akan merasa kehilangan, hatinya sudah telanjur dingin.
Hampa.
Christopher
bangkit dari tempat tidurnya. Perempuan itu memang mampu mengusir rasa sepi
yang ada di dalam dadanya. Namun hanya untuk sesaat. Jika diibaratkan, meski
dia berdiri di tengah-tengah Shibu-ya Crossing, dengan ribuan orang yang
berlalu-lalang di sekitarnya, dia tetap tidak akan bisa mengenyahkan rasa
kesepian itu.
Sekarang,
apa yang menyebabkannya terbangun tadi? Ah ya, den-ting ponselnya, yang
menandakan ada SMS masuk. Dia pun mengambil ponselnya dari atas nakas.
Hi, Chris. It’s Jennifer. I’m back in Jakarta. Can we meet this
afternoon? Let’s say, 1 p.m. at Starbucks, GI?
Mata
Christopher langsung memelotot. Jennifer? As
in Jennifer Ar-letta? Sahabatnya sejak SMA, yang dicintainya sekian lama,
tapi kemu-dian memutuskan untuk bertunangan dengan kakaknya—hanya untuk
melarikan diri ke New York pada hari pernikahan mereka setahun yang lalu? That Jennifer?
Segala
macam perasaan berkecamuk dalam diri Christopher—rindu, cemas, benci, semuanya
membaur menjadi satu. Tadinya dia berpikir, dengan menghilangnya Jennifer ke
New York, maka hidupnya akhirnya akan tenang. Tapi apa yang Jennifer lakukan?
Kembali ke Jakarta? Dan kenapa dia meminta untuk bertemu dengan Christopher?
Christopher
tahu, seharusnya dia mengabaikan SMS Jennifer. Tidak ada gunanya menyiksa diri
dengan menemui gadis itu. Tapi akhirnya malah rasa penasarannya yang menang.
Meski
masih memiliki waktu empat jam sebelum pertemuannya dengan Jennifer, tapi dia
tetap bangun dari ranjangnya—dengan perlahan-lahan, agar tidak
membangunkan si gadis dari pub yang tidak bisa dia ingat namanya itu—dan
berjingkat-jingkat ke kamar mandi.
Setelah
mandi kilat, Christopher menghabiskan waktu sejenak di wastafel, untuk
menggosok gigi, dan merapikan rambut. Rambutnya lurus dan mudah diatur,
sehingga biasanya dia hanya menyisirnya de-ngan tangan. Tapi kali ini
digunakannya sisirnya. Dia menyentuhkan tangannya sejenak ke anting hitam di
telinga kirinya, hanya karena kebiasaan, dan kemudian keluar dari kamar mandi.
Gadis dari
pub itu sudah bangun, dan Christopher sedikit terlonjak melihatnya, seolah dia
sedang tertangkap basah akan kabur. Tapi tadi-nya dia memang berniat akan
kabur, sehingga gadis itu tidak bisa me-ngonfrontasinya, meminta penjelasan
atas apa yang terjadi tadi malam. Bagi Christopher, gadis itu hanyalah teman
tidur, tapi bagaimana kalau gadis itu berpikir yang lebih jauh?
“Kamu mau
pergi?” tanya gadis dari pub itu, menatap Christopher yang sudah rapi kembali.
Christopher mengangguk. “Ada janji.”
Padahal
Christopher bisa saja menghabiskan waktu dulu dengan ga-dis dari pub itu
sebelum menemui Jennifer. Tapi tidak. Lebih baik dia menghabiskan waktu di luar
saja, daripada terjebak dalam konfrontasi dengan gadis itu.
“Kamu bisa pulang sendiri, kan?” tanya
Christopher.
“Saya
belum berniat pulang,” kata gadis itu, sembari mengulet, tam-paknya berhasrat
untuk kembali tidur.
Merasa
kalau memang lebih baik gadis itu kembali tidur, Christo-pher membiarkannya.
Dia mengambil ponsel dan jam tangannya dari atas nakas—menyimpan ponselnya di
saku celana jin hitamnya, dan me-makai jam tangannya di tangan kirinya. Tidak
ingin meninggalkan gadis itu begitu saja, dia naik ke ranjangnya untuk memberi
gadis itu ciuman selamat tinggal.
“See you, Babe,” bisik Christopher di
telinga gadis itu, setelah mele-pas ciuman mereka, meski dia tidak yakin ingin
bertemu gadis itu lagi.
Bukannya
menanggapi Christopher yang sedang berpamitan, gadis itu malah bertanya, “Kamu
nggak ingat nama saya, ya?”
Christopher
kontan terkejut, karena pertanyaan gadis itu begitu te-pat sasaran. “Kenapa
kamu bisa menyangka begitu?” dia balik bertanya, berusaha menyembunyikan
keterkejutannya.
“Karena sepertinya
kamu menghindar untuk menyebut nama saya.” “Jangan konyol. Tentu saya ingat
nama kamu.” “Siapa?” tantang gadis itu.
Sialan,
siapa nama gadis ini? Apa benar ada hubungannya dengan bunga? Tapi masa dia
harus menebak dari antara Rose, Violet, atau Lily?
“Merry,”
kata gadis itu tiba-tiba, dengan sedikit mencebik, karena Christopher lama
hanya terdiam.
Christopher mengerjap. “Apa?”
“Merry,” ulang gadis itu. “Itu nama
saya.”
Rose/Violet/Lily
nenek moyangnya! Nama gadis itu bahkan tidak ada hubungannya dengan bunga.
“Ya, tentu
saja Merry,” kata Christopher, seolah dia memang meng-ingat nama gadis itu. “Saya
hanya bingung gimana cara mengeja nama kamu tadi—m-a-r-y atau m-e-r-r-y.”
Gadis yang
ternyata bernama Merry itu hanya mengangkat alisnya, jelas tidak percaya.
Merasa kalau situasinya tidak lagi kondusif, Christo-pher pun hanya memberi
Merry ciuman sekali lagi, dan segera angkat kaki dari kamarnya.
Turun
dua puluh lantai melalui lift, Christopher menuju ke lantai dasar. Dia memang
membawa Merry ke penthouse hotel
milik keluarga-nya tadi malam,
seperti yang juga selalu dilakukannya pada gadis-gadis lain yang ingin
diajaknya bercinta. Dia tidak ingin membawa mereka ke apartemennya, untuk
mencegah mereka tahu tempat tinggalnya. Akan merepotkan kalau mereka terus
datang karena tidak ingin berpisah de-ngannya.
Begitu dia
melintasi lobi, dia berpapasan dengan dua orang—yang salah satunya adalah orang
yang paling tidak ingin dilihatnya.
Kakaknya.
----bersambung----
Xi xi xi, penasaran kan?
Kelanjtannya, tunggu postingan selanjutnya.
Serukan ceritanya, makanya
jangan ragu lagi buat ikutan PO OVERTIME, PO berakhir di tanggal 31 Agustus
yaa, banyak kemudahan yang kalian dapatkan jika mengikuti PO.Langsung hubungi ke pihak
twigora ya guys.
1 Komentar
Lha kenapa dengan kakaknya yah
BalasHapusTerima kasih telah membaca sampai selesai.
Mohon maaf sebelumnya, kolom komentar aku moderasi.
jadi komentar kalian tidak akan langsung muncul, nunggu aku setujui dulu baru bisa terlihat.
tinggalkan komentar dan senang berkenalan dengan kalian