Judul Buku : SEPATU TERAKHIR
Penulis : Toni Tegar Sahidi
Penerbit : Penerbit REPUBLIKA
Editor :Wulan Tanjung Palupi dan Arif Supriyono
Tahun terbit : Cetakan I, November 2012
Tebal : xvi + 310 Halaman
ISBN : 978-602-7595-21-7
Pinjam di Perpustakaan Daerah (Perpusda) Kabupaten
Pacitan
***
BLURB
Hidup Pak Marwan adalah identik dengan sepatu. Jalan hidupnya
tak jauh dari alas kaki itu. Punya ayah tukang sol sepatu, pernah bekerja di
pabrik sepatu sampai membuka usaha pembuatan sepatu sendiri.
Caranya menjalani bisnis yang tak biasa justru menjadikan
namanya dikenal sebagai “bapak sepatu” di desanya. Desa kecil di Blitar Jawa
Timur, yang tak punya banyak sumber daya.
Kehilangan anak kandung dan ditinggal istri sempat membuatnya
terpuruk. Namun Alin, si anak angkat yang tobat dari kenakalannya menjadi teman
setia sang ayah. Hubungan keduanya yang sangat terusik dengan surat pendek dari
sang ayah yang tiba-tiba ingin pensiun membuat sepatu. Sebuah sepatu istimewa pun
menjadi penutup perjalanan sang ayah dengan sepatu. Sepatu terakhir yang
disayembarakan secara tak biasa.
Sepatu pamungkas Pak Marwan juga menjadi pembuka jalan bagi
ayah dan anak itu mendengar kisah-kisah heroik dari orang-orang biasa. Sampai
suatu ketika Alin menemukan jawaban atas sikap misterius sang ayah selama ini.
*****------*****------*****------****-----******
Suka dengan konsep penulisannya. Diceritakan dengan
menggunakan sudut pandang Alin, anak bapak Marwan, dari awal hingga akhir
konsisten menggunakan sudut pandang dari tokoh Alin. Awalnya aku mengira Alin
ini cewek, selain dari nama dari beberapa adegan itu sepertinya lebih cocok
untuk diperankan Alin perempuan, seperti ketika disuruh buat minum, lalu ada
Alin yang tiba-tiba mau menangis. Bukan berarti cowok gak boleh buat minum saat
ada tamu atau cowok gak boleh nangis ya.
Dari awal sampai akhir penasaran dengan sebuah
pertanyaan kenapa Pak Marwan mengundurkan diri, dan jawaban itu tidak ditemukan
di akhir cerita. karena memang ini adalah cerita Alin tentang ayahnya.
Secara tak terlihat, konsep cerita dalam buku ini
dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama itu berisi orang-orang yang berada di
sekitar Pak Marwan, terus pertanyaan mengapa bapak ingin pensiun, lalu bagian
kedua tentang proses pembuatan sepatu terakhir, di sini bukan menceritakan
bagaimana cara membuat sepatu ya, hingga pemberian sepatu kepada orang yang
memang pantas. Lalu di bagian ketiga adalah cerita-cerita orang yang
mendapatkan sepatu itu.
Suka dengan gaya tehnik penulisannya, karena dari
bahasa yang dipakai menimbulkan kesan kita mendengarkan cerita dari sosok Alin,
jadi kita seperti ngobrol dengan Alin. Dan dari awal hingga akhir penulis
konsiten dengan gaya kepenulisan ini.
Banyak tokoh dalam cerita ini, tokoh utama memang Alin
dan Pak Marwan, dan ada tiga tokoh pendamping yang menyita perhatian, ketiga
tokoh itu adalah karyawan kepercayaan Pak Marwan, orang yang paling dekat
dengan Pak Marwan, mereka bertiga itu adalah Pak Kus, Mas Slamet dan Mbak Joy.
Kisah-kisah mereka pun juga unik dan luar biasa. Mereka bertiga ini juga sangat
peduli kepada pak Marwan.
Untuk pertama kalinya aku membaca novel tanpa ada
bumbu romansa cinta, dan tetap menarik untuk dibaca hingga akhir.
Beberapa kutipan, yang aku harap bisa menjadi motivasi
untuk kita semua :
“Membaca itu
menambah wawasan, dan menulis membuat kata dan pikiran kita lebih tertata dan
aku suka menulis manual.”
(Halaman 4)
“Soalnya nak
kalau kami mendidik kalian dengan pukulan, kalian akan menirunya dan
mempraktekkannnya untuk memukul teman-teman kalian.”
(Halaman 20)
“Jika kita
ingin meraih keberhasilan, maka kita harus menolong orang di sekitar menjadi
berhasil pula. Mereka yang ingin hidup dengan lebih baik harus menolong orang
di sekitarnya untuk hidup dengan baik pula.”
(Halaman 29)
“Malaikat
mata uangnya cuma satu, PAHALA. Tempat penukarannya sebenarnya ada banyak. Bisa
di masjid, di panti asuhan, pasar, sekolah, jalan atau di manapun. Cara
menukarnya juga gampang, uangnya pakai saja buat beramal.”
(Halaman 60)
“Kau harus
banyak membaca, semakin banyak membaca kau akan semakin pintar, pengetahuanmu
semakin luas, kamu juga harus mau mendengar.”
(Halaman 63)
“Kita harus
bertanggung jawab atas apa yang kita ceritakan. Jika cerita kita ternyata
mengajarkan keburukan dan ditiru orang, kita juga bakalan kena dosanya. Tapi
sebaliknya, jika cerita kita ngajarin baik, in shaa allah pahala itu pun akan
ikutan mengalir.”
(Halaman 64)
“Tak
selayaknya kita menggantungkan kegembiraan dan kesedihan kita
pada sesuatu
yang fana.”
(Halaman 86)
“Memilih
sepatu itu seperti memilih istri, harus hati-hati,
karena dia
yang akan membersamai setiap langkahmu.”
(Halaman
112)
“Guru adalah
pengabdian dan bukan sekedar pekerjaan.”
(Halaman
225)
“Bahwa sabar
adalah jalan keluar,
bagi mereka yang belum menemukan jalan
keluar.”
(Halaman
231)
“Untuk
menyampaikan kebenaran, seringkali butuh harga yang tak murah.”
(halaman
235)
“Cinta itu
mirip narkoba. Ia datang sembunyi-sembunyi, membuatmu merasa tergantung
padanya, dan kau tak kan bisa lepas darinya kecuali paksaan.”
(Halaman
270)
“Jika kasih
ibu adalah melindungi kita dari kelamnya dunia, maka kasih sayang seorang ayah
adalah mendorong kita untuk menguasai dunia.”
(Halaman
293)
Dari cerita ini, aku sadar seberapa dekat kamu dengan
orangtuamu. Seperti apa yang dikatakan oleh Pak Mahmud pemilik sebuah rumah
sakit.
“Bahwa
orangtua harus memposisikan diri dan anaknya sesuai dengan masanya. Kalau anak
masih bayi, posisi orangtua adalah sebagai pengasuh. Beranjak usia anak ketika
mereka mulai paham, orangtua harus menjadi guru bagi anak-anaknya. Lalu ketika
si anak sudah beranjak dewasa, maka bergantilah peran orang tua menjadi seorang
teman bagi si anak.” (Halaman 280-281)
Sudahkah kita menjadi teman untuk orangtua di usia
senja mereka? karena aku menangkap cerita ini sesungguhnya adalah cerita anak
dan ayahnya. Anak yang sudah dewasa tapi belum mampu memahami apa yang
diinginkan oleh orangtua kita, tidak hanya Alin kalau menurut aku, hampir semua
anak pasti tidak tahu apa yang sesungguhnya diinginkan oleh sang orangtua.
Ini bukan tentang mengapa tapi tentang bagaimana,
bukan lagi tentang mengapa Pak Marwan bersedih tapi tentang bagaimana mengembalikan senyum pak
Marwan.
Novel yang tidak hanya menjadi sekedar bacaan habis
dibaca lalu taruh, buku ini penuh tuntunan tanpa ada maksud menggurui. Aku
merasa ini sebenarnya adalah kisah nyata.
Bintang 4 untuk cerita ini.
Cocok dibaca semua usia, semua profesi, semua pecinta
genre. Ini buku yang kalian butuhkan kawan.
****------*****------****--------*****------*****
sumber foto : sepatuterakhir.com |
Nama lengkap :
Toni Tegar Sahidi S.Kom
TTL : Ponorogo, 17 September 1987
Alamat : Jl. Cempaka Putih Kav. 4 No 4 Lowokwaru,
Malang
Status ; menikah (nama istri : Indah Cahyani Rosyida)
Pekerjaan : freelancer
programmer dan penulis.
Cita-cita : Dosen dan pengusaha sukses.
Twitter : @tonitegarsahidi
Nama Ayah/Ibu : Sudiyanto / Artini
Motto : Orang
yang hidup dan mati untuk dirinya sendiri akan hidup dan mati sebagai orang
kecil. Orang yang hidup dan mati untuk orang lain, akan hidup dan mati sebagai
orang besar. (Sayyid Quthb)
1 Komentar
Whoaaaa, kutipannya bagus-bagus semua <3 <3 <3
BalasHapusTerima kasih telah membaca sampai selesai.
Mohon maaf sebelumnya, kolom komentar aku moderasi.
jadi komentar kalian tidak akan langsung muncul, nunggu aku setujui dulu baru bisa terlihat.
tinggalkan komentar dan senang berkenalan dengan kalian