Judul
Buku : Kupu-Kupu Fort De Kock
(Tarikh Luka Pendekar Selendang Putih)
Penulis : Maya Lestari GF
Penerbit : Penerbit Koekoesan
Tahun terbit
: Cetakan
Pertama, Juli 2013
Tebal : x+405 Halaman
ISBN : 978-979-1442-66-4
Bookcrossing dari WAG Baca Yuk
***
BLURB
Dapatkah kau membayangkan sebuah pertempuran maut
yang terjadi pada malam gelap bulan, antara seseorang pendekar golongan hitam
yang hendak menunaikan dendam pada pendekar selendang putih, yang dikejarnya
selama berbulan-bulan. Semua jurus dan ajian telah dikerahkan, segala senjata
rahasia telah digunakan, dan akhirnya ia berhasil melunaskan balasan atas
kematian ayahya. Selendang putih terhempas-terpelanting dengan mulut dan
telingan berlumur darah. Namun alih-alih pedekar bermata belang itu bersuka
cita, ia justru mengaum sekeras-kerasnya, menyesali setiap jurus maut yang
telah menghabisi musuhnya. Begitu selendang putih tersingkap, tampaklah wajah
yang bercahaya, bagai bulan empat belas. Gadis bermata ranum yang meregang tak
bernyawa tiada lain adalah kekasih yang dicintainya, melebihi cintanya pada
setiap pertarungan yang mematikan.
*****------*****------*****------****-----******
Kematian Singo Balang ternyata bukan akhir dari perjuangan tiga golongan putih
untuk menuntaskan kejahatan yang telah dilakukan oleh kawanan Singo Balang
tersebut. Singo Balang sebagai ketua komplotan dan sumber kekuatan dunia bawah,
ia mempunyai kemampuan mengambil inti kehidupan para anggotanya, jadi saat sang
sumber kekuatan sudah musnah, seharusnya sudah tidak ada permasalahan lagi
bukan? Karena para anak buah Singo Balang yang tersisa, mereka sudah tidak
mempunyai kekuatan lagi, karena inti kehidupan mereka juga diambil oleh
tuannya.
Tapi, ternyata perjuangan murid-murid tiga perguruan putih masih belum
selesai, kini anak laki-laki dari Singo Balang siap membalas dendam akan
kematian ayahnya, dan jika Singo Balang mempunyai kemampuan untuk menyerap
energi inti dari para pengikutnya, anak Singo Balang sebaliknya, ia mampu
memberikan energinya kepada orang lain yang ia kehendaki.
Berhasilkah ketiga perguruan putih yang dipimpin oleh Limpapeh membunuh
anak Singa Balang seperti mereka membunuhnya ayahnya?
Dan bagaimana akhir dari pencarian Anak Singo Balang dan rencana balas
dendam itu?
Semua dikisahkan dengan apik dalam novel berjudul “Kupu-Kupu Fort De Kock”
karya Maya Lestari GF
------------************------------**********-----------
Di luar ekspektasi itulah hal pertama yang aku dapatkan setelah membaca
kisah Limpapeh ini. awalnya tanpa pikir panjang waktu di WA grup Baca Yuk ada
yang menawarkan buku karya mbak Maya, langsung ngisi list, dan awalnya aku
mengira ini sejenis kisah fantasi (karena sebelumnya aku membaca novel mbak
Mbak Maya yang judulnya Labirin Sang Penyihir), di lihat dari judulnya aku
mengira ini kisah kupu-kupu yang tinggal di Benten Fort De Kock. He he ternyata
salah besar. Dan saya selalu puas setelah membaca karya mbak Maya. Jadi makin
penasaran dengan buku-buku yang pernah Mbah Maya terbitkan.
Penulis menggunakan dua sudut pandang dalam penceritaan kisah Limpapeh ini,
pertama ia menggunakan sudut pandang orang ketiga dan yang kedua ia menggunakan
sudut pandang orang kedua.
Sudut pandang orang kedua ini yang cukup unik, karena memang jarang sekali
dipakai dalam penulisan cerita fiksi, biasanya memang hanya memakai sudut
pandang orang pertama atau sudut pandang orang ketiga. Awalnya aku mengira
pemakaian sudut pandang orang kedua hanya digunakan di awal cerita saja,
ternyata ada beberapa bagian cerita yang menggunakan sudut pandang orang kedua
ini
Awalnya aku mengira ini hanya cerita fiksi yang bertema fantasi dengan
menggunakan settingan tempat di benteng Fort De Kock, ternyata kisah dalam buku
ini menceritakan tentang sejarah yang kebenaranya masih dipertanyakan, cerita
sejarah yang beredar dari mulut ke mulut.
Alurnya menggunakan maju, Meski ada istilah dunia atas, dunia bawah dan
dunia persilatan bukan berarti cerita ini cerita jaman tahun bahulak, tapi
tetap dengan settingan dunia sekarang.
Ada banyak karakter yang terlibat dalam cerita ini, yap karena memang ada
tiga perguruan putih dan anggota dunia bawah. Nama para tokoh terdengar sangat
asing menurut aku. Bahkan ada yang salah sebut nama dan baru menyadarinya saat
cerita mau usai. Contohnya adalah si tokoh utama Limpapeh, aku menyebutnya
yaitu Limapeh. Lalu Singo Balang, aku membacanya Singo Barong (dan ini
mengingatkan aku tentang seni reog ponorogo, dan sukses membuat aku berfikir
bahwa sosok Singo Balang itu kurang lebih seperti Singo Barong di Reog. He he
he).
Selain nama tokoh yang unik, penulis juga tidak menjelaskan secara langsung
bahwa tokoh ini adalah perempuan atau laki-laki. Dan karena terlalu asyik
dengan jalan ceritanya aku sampai tidak berpikir si Malin Mudo ini cewek atau
cowok. Karena jalan ceritanya sungguh membuat kita tidak bisa memikirkan yang
lainnya.
Apakah ada kisah cinta dalam cerita ini? penulis memasukkan kisah cinta
dari tokoh bernama Surai dan Arung. Kisah cinta mereka itu sedikit tapi membuat
gembira yang baca dan sedikit mengurangi ketegangan dari pencarian si anak
Singo Balang.
Setting tempat. Sesuai dengan keberadaan Benteng Fort De Kock. Pada tahukan
letak benteng Fort De Kock itu di mana? Benteng Fort De Kock terletak di
Provinsi Sumatra Barat, terletak di daerah Bukit Tinggi dan hanya berjarak 1 km
dari Jam Gadang. Bahkan Kebun binatang Bukit Tinggi yang masih berada dalam
satu lokasi yang sama dengan Benteng Fort De Kock juga menjadi bagian dari
cerita ini. Membaca cerita ini kita seperti sedang berjalan-jalan di Bukit
Tinggi dan dan yang langsung terbayangkan adalah Jam Gadang yang berdenting. Dan
jangan lupakan lubang jepang di mana Ampa berada di dalamnya. Langsung mencari
di google tentang lubang jepang dan ampa he he he saking penasarannya diriku. dan ternyata lubang jepang ini berdekatan dengan kebun binatang bukit tinggi.
Lubang Jepang Bukit Tinggi , Sumber : id.wikipedia.org |
Benteng Fort De Kock , sumber : id.wikipedia.org |
Tokoh yang menonjol dalam cerita ini adalah Limpapeh. Yaap segala karakter yang diciptakan untuk sosok Limpapeh, penulis telah sukses membuat Limpapeh menjadi tokoh favorit. Limpapeh sendiri dalam bahasa minang artinya adalah tiang tengah pada sebuah bangunan. Sesuai dengan arti dari namanya ia menjadi pemimpin dari misi mencari anak Singo Balang dan sumpah keren banget si Limpapeh ini menurut aku, aku ngebayangin bagaimana gerakan silat dia waktu melakukan jurus yang ia ciptakan sendiri yang terilhami dari surat Al-fatihah itu. kalau dijadikan film bakalan seru pastinya. Selain Limpapeh ada satu tokoh yang menyita perhatian aku, yaitu tokoh yang bernama Malam, awalnya aku kira itu adalah malam, tapi setelah aku baca ulang lagi ternyata ia memakai awalan huruf besar yang itu berarti adalah sebuah nama. He he he, kebayang bagaimana susahnya jadi malam, hidup diantara dua golongan dan diantara 3 kepentingan yang berbeda. Sungguh biarkan Malam saja yang merasakan.
Kekuatan setiap karakter yang diciptakan itu menjadi sesuatu yang menonjol
juga dalam cerita ini. bukan tentang kekuatan karakternya saja tapi tentang
kekuatan bakat yang dimiliki oleh setiap individu karakter. Dan bakat-bakat
yang mereka miliki sungguh membuat saya terkagum-kagum dan anti mainstream
menurut aku juga.
Percakapan antara Shaira dan Arung berikut, entah kenapa membuat aku
senyum-senyum sendiri juga, jadi berasa menjadi Shaira aku. He he he
“Pekerjaanmu?”
“Apa setiap lelaki harus punya pekerjaan?”
“Maksudku, sesuatu yang membuatmu sibuk.”
“Kalau begitu, kau adalah pekerjaanku.”
“Kau becanda.”
Bagaimana menurut kalian?
Meskipun berkisah tentang balas dendam, perkelahian dan jurus silat, kisah
Kupu-Kupu Fort De Kock juga bertebaran quote-quote yang keren, antara lain
sebagai berikut :
“Cinta adalah takdir, Kata Nenek,”kita tak pernah punya rencana jatuh cinta
dengan siapa. Tuhanlah yang punya kuasa. Kita hanya bisa menerima.”
(Halaman 97)
“Kekuatan sejati ada dipikiranmu. Kekuatan sejati bersemayam dalam hatimu.”
(Halaman 103)
“Aku kalah sebanyak aku menang, dan dari setiap kekalahan, aku belajar
untuk menang. Aku menang saat aku merasa sudah menang, meskipun bagi banyak
orang, itu adalah sebuah kekalahanku. Aku punya penilaian sendiri terhadap
kemenanganku.”
(Halaman 192)
“Jika ombak ingin menghempas, tentulah pasir harus bersiap menyambutnya.”
(Halaman 193)
“Itulah kau, memburu mangsa besar, lupa pada duri di bawah kakimu.”
(Halaman 228)
“Ampuh tidaknya senjata itu tergantung yang memegang. Selendang bisa
menjadi berbahaya di tangan pesilat tangguh, sementara senjata tajam seperti
kurambik atau karih bisa tumpu di tangan orang biasa.”
(Halaman 253)
Dari kisah Limpapeh dalam pencarian anak Singo Balang, membuat kita
berfikir bahwa peperangan akan selalu memakan korban dan jika dendam menjadi
akhirnya maka ia seperti rantai yang akan terus membelit dan menyiksa diri kita
sendiri.
Bagi kalian yang menyukai cerita bertema laga atau action kalian wajib
membaca cerita ini dan temukan sensasi yang berbeda dalam cerita ini. Bagi
kalaian yang mungkin tidak suka cerita laga atau action, tetap cobalah untuk
membaca cerita ini, jika satu atau dua bab kamu masih belum meraskan feel dari kisah ini, tetap lanjutkan
saja karena akan selalu ada hal yang membuatmu penasaran.
Bintang 4 untuk kisah ini.
Sukses terus buat Mbak Maya, ditunggu karya karya antimainstream lainnya.
semangat.
Maya Lestari GF, menulis cerita pendek dan novel sejak 1999. Beberapa kali
memenangkan lomba penulisan cerita pendek dan novel. Sebagian tulisannya dapat
dibaca di mayalestarigf.wordpress.com. Ia bisa dihubungi di akun facebook ;
Maya Lestari Gf, da twitter :@mayalestarigf
0 Komentar
Terima kasih telah membaca sampai selesai.
Mohon maaf sebelumnya, kolom komentar aku moderasi.
jadi komentar kalian tidak akan langsung muncul, nunggu aku setujui dulu baru bisa terlihat.
tinggalkan komentar dan senang berkenalan dengan kalian